Sebagaimana diketahui, bahwa
istri yang tidak mempunyai perjanjian pisah harta (PH), bebas memilih apakah
mau punya NPWP sendiri atau tidak. Namun kalau memiliki perjanjian pisah harta,
maka wanita kawin harus daftar NPWP sendiri. (Baca: NPWP Istri : Apakah ikut
suami ataukah harus punya sendiri?)
Pada prinsipnya sistem
administrasi perpajakan di Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan
ekonomis, bahwa penghasilan dan kerugian istrinya juga nanti digabungkan dengan
penghasilan suaminya, sehingga dalam satu keluarga hanya terdapat satu Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) yaitu NPWP suami, dalam arti istri ikut NPWP suami
(nebeng NPWP suami). Namun demikian, istri dapat memiliki NPWP sendiri bila
hidup berpisah (HB) atau melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
(PH). Istri juga dapat berNPWP sendiri bila memang berkehendak demikian (MT).
Berdasarkan pasal 8 ayat (3) UU
PPh, diatur bahwa apabila isteri yang tidak pisah harta memilih punya NPWP
sendiri (memilih untuk melaksanakan hak dan kewajibannya secara terpisah (MT)), maka penghitungan
pajaknya dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suamiisteri dan masingmasing
memikul beban pajak sebanding dengan besarnya penghasilan neto..
“Dengan kata lain, penghasilan
neto suami isteri digabung dan PPh orang pribadi yang harus ditanggung oleh
suami dan istri bergantung pada proporsi penghasilannya masingmasing.”
Nah, apabila baik istri maupun
suami samasama hanya kerja di satu pemberi kerja, dan istri memilih tidak mau
nebeng NPWP suami alias punya NPWP sendiri, menguntungkan atau malah merugikan?
Mari kita lihat contoh kasus
kondisi tersebut diatas.
Sepasang suami istri
yang baru menikah dan belum memiliki keturunan, keduanya masingmasing memiliki
NPWP. Suami bekerja di PT. ABC dengan penghasilan netto setahun Rp. 75.000.000,
sedangkan istrinya bekerja di PT.XYZ dengan penghasilan netto setahun Rp.
60.000.000,. Atas penghasilan mereka sudah di potong oleh perusahaan mereka
masingmasing dengan perhitungan sebagai berikut:
Munculnya Kurang Bayar di
perhitungan SPT Tahunan ini adalah konsekuensi karena istri memilih punya NPWP
sendiri.
Garagara istri memilih punya
NPWP sendiri padahal tidak ada perjanjian pisah harta, maka tambahan pajak yang
harus dibayar total Rp. 3.437.500,. Belum lagi nantinya tiap bulan harus
sisihkan sebagian penghasilan untuk bayar angsuran PPh Pasal 25 total sebesar
Rp. 286.458,.
Lalu bagaimana kalau istri
memilih nebeng NPWP suami?
Pilihan ini jelas lebih
menguntungkan karena kewajiban bayar pajak di akhir tahun tidak akan ada jika
suami istri samasama hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja (NPWP
nebeng suami).
Jadi, penghasilan istri cukup
dilaporkan di bagian lampiran SPT 1770 S, tanpa harus menggabungkan penghasilan
neto suaminya. Dengan kata lain, SPT Tahunan PPh suami akan NIHIL, dan juga
tidak perlu bayar angsuran PPh Pasal 25 tiap bulan.
Dilihat dari contoh diatas, apa
untungnya istri punya NPWP sendiri? Sama sekali tidak ada. Namun kalau Anda
sebagai istri tetap memilih tidak mau nebeng NPWP suami padahal tidak ada
perjanjian pisah harta karena ada pertimbangan atau kepentingan tertentu
(mengajukan kredit ke bank, misalnya), tentunya Anda sudah harus siap dengan
segala konsekuensi yang akan timbul.
Lalu bagaimana kalau sebelum
menikah, wanita sudah punya NPWP sendiri dan setelah menikah dia memilih nebeng
NPWP suami? Ajukan saja permohonan penghapusan NPWP tersebut ke KPP tempatnya
terdaftar sepanjang suami sudah punya NPWP.
Pikirpikir dahulu sebelum
putuskan mau punya NPWP sendiri atau nebeng suami, apalagi alasan pengen punya
NPWP hanya karena sekedar memenuhi persyaratan....
Semoga artikel untung rugi istri
memilih punya NPWP sendiri ini bermanfaat...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar