Selasa, 20 Juli 2021

Bukan Subjek Pajak : Tidak Dikenai Pajak Penghasilan

 

Bukan Subjek Pajak merupakan kelaziman diplomatik

Label bukan subjek pajak penting dalam Pajak Penghasilan. Dengan status bukan subjek pajak, walaupun berkantor di Indonesia dan melakukan kegiatan di Indonesia, tetapi tetap dianggap “tidak berada” di Indonesia.

Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur:

Yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Menurut undang-undang, ada 3 golongan bukan subjek pajak:

  1. kantor perwakilan negara asing;
  2. pejabat diplomatik; dan
  3. organisasi internasional.

Mengutip bagian penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang PPh, bahwa sesuai dengan kelaziman internasional, kantor perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lainnya, dikecualikan sebagai subjek pajak di tempat mereka mewakili negaranya.

Pengecualian sebagai subjek pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau mereka adalah Warga Negara Indonesia.

Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing memperoleh penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk subjek pajak yang dapat dikenai pajak atas penghasilan lain tersebut.

ORGANISASI INTERNASIONAL SEBAGAI BUKAN SUBJEK PAJAK

Undang-undang Pajak Penghasilan telah memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menentukan organisasi internasional mana saja sebagai bukan subjek pajak.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 156/PMK.010/2015 bahwa pejabat organisasi internasional termasuk juga sebagai bukan subjek pajak dengan syarat :

  • bukan warga negara Indonesia; dan
  • tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Jadi, terkait organisasi internasional, bukan subjek pajak terdiri :

  • organisasi itu sendiri, dan
  • pejabat organisasi dengan syarat.

Daftar organisasi internasional yang ditentukan oleh Peraturan Menteri Keuangan nomor 156/PMK.010/2015 yaitu :

  1. IBRD (International Bank for Reconstruction and Development)
  2. IMF (International Monetary Fund)
  3. FAO (Food and Agricultural Organization)
  4. ILO (International Labour Organization)
  5. UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees)
  6. UNIC (United Nations Information Centre)
  7. UNICEF (United Nations Children’s Fund)
  8. UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization)
  9. WHO (World Health Organization)
  10. World Bank
  11. Asean Secretariat
  12. SEAMEO (South East Asian Minister of Education Organization)
  13. ACE (The ASEAN Centre for Energy)
  14. NORAD (The Norwegian Agency for International Development)
  15. Plan International Inc
  16. PCI (Project Concern International)
  17. IDRC (The International Development Research Centre)
  18. NLRA (The Netherlands Leprosy Relief Association)
  19. The Commission of The European Communities
  20. OISCA INT. (The Organization for Industrial, Spiritual and Cultural Advancement International)
  21. World Relief Cooperation
  22. APCU (The Asean Heads of Population Coordination Unit)
  23. SIL (The Summer Institute of Linguistics, Inc.)
  24. IPC (The International Pepper Community)
  25. APCC (Asian Pacific Coconut Community)
  26. INTELSAT (International Telecommunication Satellite Organization)
  27. People Hope of Japan (PHJ) dan Project Hope
  28. CIP (The International Potato Centre)
  29. ICRC (The International Committee of Red Cross)
  30. Terre Des Hommes Netherlands
  31. Wetlands International
  32. HKI (Helen Keller International, Inc.)
  33. Taipei Economic and Trade Office
  34. Vredeseilanden Country Office (VECO) Belgia
  35. KAS (Konrad Adenauer Stiftung)
  36. Program for Appropriate Technology in Health, USA-PATH
  37. Save the Children-US dan Save the Children-UK
  38. CIFOR (The Center for International Forestry Research)
  39. Kyoto University-Jepang
  40. ICRAF (the International Centre for Research in Agroforestry)
  41. Swisscontact-Swiss Foundation for Technical Cooperation
  42. Winrock International
  43. Stichting Tropenbos
  44. The Moslem World League (Rabithah)
  45. NEDO (The New Energy and Industrial Technology Development Organization)
  46. HSF (Hans Seidel Foundation)
  47. DAAD (Deutscher Achademischer Austauschdienst)
  48. WCS (The Wildlife Conservation Society)
  49. BORDA (The Bremen Overseas Research and Development Association)
  50. ASEAN Foundation
  51. SOCSEA (Sub Regional Office of CIRDAP in Southeast Asia)
  52. IMC (International Medical Corps)
  53. KNCV (Koninklijke Nederlands Centrale Vereniging tot Bestrijding der Tuberculosis)
  54. Asia Foundation
  55. The British Council
  56. CARE (Cooperative for American Relief Everywhere Incorporation)
  57. CCF (Christian Children’s Fund)
  58. CWS (Church World Service)
  59. The Ford Foundation
  60. FES (Friedrich Ebert Stiftung)
  61. FNS (Friedrich Neumann Stiftung)
  62. IRRI (International Rice Research Institute)
  63. Leprosy Mission
  64. OXFAM (Oxford Committee for Famine Relief)
  65. WE (World Education, Incorporated, USA)
  66. KOICA (Korea International Cooperation Agency)
  67. ERIA (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia)
  68. JETRO (Japan External Trade Organization)
  69. IFRC (International Federation of Red Cross and Red Cresent Societies)
  70. UNDP (United Nations Development Programme), meliputi:
    a. IAEA (International Atomic Energy Agency)
    b. ICAO (International Civil Aviation Organization)
    c. ITU (International Telecommunication Union)
    d. UNIDO (United Nations Industrial Development Organizations)
    e. UPU (Universal Postal Union)
    f. WMO (World Meteorological Organization)
    g. UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development)
    h. UNEP (United Nations Environment Programme)
    i. UNCHS (United Nations Centre for Human Settlement)
    j. ESCAP (Economic and Social Commission for Asia and The Pacific)
    k. UNFPA (United Nations Funds for Population Activities)
    l. WFP (World Food Programme)
    m. IMO (International Maritime Organization)
    n. WIPO (World Intellectual Property Organization)
    o. IFAD (International Fund for Agricultural Development)
    p. WTO (World Trade Organization)
    q. WTO (World Tourism Organization)

 

Senin, 03 Mei 2021

Contoh Perhitungan PPN Kegiatan Membangun Sendiri

DALAM ketentuan pajak pertambahan nilai (PPN) di Indonesia, kegiatan membangun sendiri (KMS) merupakan kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

 

Menghitung PPN atas KMS sedikit berbeda dengan pada PPN pada umumnya. Selain itu, tidak semua KMS terutang PPN. Ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi agar dapat dikenakan PPN.

Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri.

 

Berdasarkan ketentuan itu, bangunan yang menjadi objek PPN KMS adalah bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:

·            konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;

·            diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan

·            luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).

Jika wajib pajak membangun rumah, baik untuk tempat tinggal kita sendiri maupun disewakan atau dijadikan tempat kos, dan rumah tersebut luasnya lebih dari 200 meter persegi maka atas rumah tersebut wajib dibayarkan PPN KMS.

 

Tarif
Adapun besarnya tarif PPN KMS adalah 2% dari total pengeluaran.Tarif ini adalah tarif efektif yang berasal dari 10% yang merupakan tarif PPN sesuai Undang-Undang PPN dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah

 

Saat Terutang

Saat terutangnya PPN KMS dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai. KMS yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.

 

Tempat Terutang

Tempat Pajak PPN KMS adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.Untuk itu, PPN KMS ini harus dibayar dengan kode Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di mana bangunan berada.

Cara Pembayaran

PMK No.163/ 2012 mengatur cara pembayaran PPN KMS sebagai berikut:

·            Pembayaran PPN terutang atas KMS dilakukan setiap bulan sebesar 2% dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya.

·            Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak dengan kode: 411211 – 103

·            Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja KPP Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan KMS terdaftar, kolom NPWP yang tercanturn pada Surat Setoran Pajak diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan tersebut.

·            Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja KPP Pratama yang berbeda dengan KPP tempat orang pribadi atau badan yang melakukan KMSsendiri terdaftar, Surat Setoran Pajak diisi dengan ketentuan sebagai berikut:

o     kolom NPWP diisi dengan: 00.000.000.0-KPP-000 (KPP maksudnya 3 digit kode KPP),

o     pada kotak “Wajib Pajak/Penyetor” diisi nama dan NPWP orang pribadi atau badan yang melakukan KMS. Cara terakhir ini berlaku juga untuk orang yang tidak memiliki NPWP.

 

Cara Pelaporan
Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib melaporkan PPN KMS dengan menggunakan SPT Masa PPN, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

 

Orang pribadi atau badan yang bukan PKP yang melakukan pembayaran PPN yang terutang atas KMS dan telah mendapat validasi dengan nomor transaksi penerimaan negara (NTPN) dianggap telah melaporkan PPN yang terutang tersebut sesuai dengan tanggal validasi.

 

Jadi, jika kita bukan PKP, maka validasi NTPN dari bank atau Pos dianggap sebagai bentuk pelaporan. Sehingga tidak perlu lapor lagi ke kantor pajak. Hal ini diatur dengan Pasal 11 ayat (2a) Peraturan Menteri Keuangan nomor 9/PMK.03/2018.

 

Contoh Perhitungan

Kasus 1

Pada Desember 2017 Bapak Budi memulai membangun sebuah rumah untuk tempat tinggal pribadinya. Luas keseluruhan dari rumah tersebut adalah sebesar 200 m2, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Bapak Budi dalam upaya membangun rumah tersebut sampai dengan selesainya bangunan tersebut adalah sebagai berikut:

·               pembelian tanah sebesar Rp200.000.000,

·               pembelian bahan baku bangunan keseluruhan Rp180.000.000,

·               biaya upah mandor dan pekerja bangunan Rp70.000.000.

Maka berapakah PPN yang terutang atas pembangunan rumah tersebut?

 

Jawab:
Sesuai dengan PMK No. 163/ 2012 tarif PPN atas KMS yang terhutang adalah:

= 10% X DPP

= 10% X (20% X Total biaya Pembangunan)

= 10% X (20% X (Rp 180.000.000 + Rp 70.000.000)

 

Dengan demikian, PPN atas KMS yang terutang oleh Bapak Budi adalah

= 10% X 20% X Rp250.000.000

= Rp 5.000.000

 

Kasus 2

Eko membangun sendiri sebuah bangunan dua lantai, Lantai pertama luasnya 150 m2 dan lantai kedua 50 m2. Bangunan tersebut diperkirakan selesai selama 3 bulan dengan total biaya sebesar Rp500.000.000, tidak termasuk harga perolehan tanah. Berapakah total PPN KMS yang terutang?



Jawab:
Karena total bangunan tersebut sama dengan 200m2 maka atas kegiatan membangun sendiri tersebut terutang PPN KMS dengan perhitungan 10% x 20% x Rp500.000.000 = Rp10.000.000.

 


Selasa, 06 April 2021

Zakat Dan Sumbangan Yang Dapat Dibiayakan Menurut Pajak Penghasilan

 

Menurut Undang-undang PPh, zakat boleh menjadi pengurang penghasilan bruto. Syarat zakat menjadi pengurang penghasilan bruto ada dua, yaitu: adanya bukti pembayaran zakat, dan zakat dibayarkan melalui lembaga zakat yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Agama. Ketentuan ini berlaku juga untuk sumbangan keagamaan lainnya.

 

Dalam praktiknya, pengurangan penghasilan bruto dari zakat ini jarang dipergunakan. Terutama untuk Wajib Pajak karyawan. Kenapa? PPh orang pribadi sudah dihitung final dengan PPh Pasal 21. Sudah dipotog langsung setiap bulan oleh pemberi kerja. Pada akhir tahun, karyawan tinggal melaporkan.

 

Jika dimasukkan unsur zakat, maka SPT Tahunan akan menjadi lebih bayar. Nah, keadaan lebih bayar inilah yang seringkali dihindari oleh Wajib Pajak di Indonesia. Termasuk saya 

 

Status SPT Tahunan lebih bayar artinya Wajib Pajak meminta restitusi kepada otoritas pajak. Untuk mendapatkan restitusi ini, otoritas pajak membuat sejumlah prosedur yang membuat repot Wajib Pajak.

Otoritas pajak tidak mau “salah” mengeluarkan uang, sebaliknya Wajib Pajak tidak mau direpotkan dengan prosedur restitusi.

 

Tetapi, ada beberapa kondisi SPT Tahunan tidak nihil. Justru Wajib Pajak harus melunasi kekurangan PPh Pasal 29 sebelum melaporkan SPT Tahunan. Diantaranya:

  • Wajib Pajak orang pribadi pengusaha dan membayar PPh Pasal 25.
  • Wajib Pajak orang pribadi pisah harta, atau NPWP suami dan istri berbeda, sehingga penghasilan suami dan istri harus digabung dulu, setelah itu dihitung PPh masing-masing secara proporsional.

 

Jika kondisi SPT Tahunan ternyata kurang bayar, dan harus melunasi PPh sebelum lapor, maka zakat dapat dimanfaatkan untuk mengurangi PPh Pasal 29.

 

Penerapan Zakat Mengurangi Pajak di SPT Tahunan

 

Tentunya Anda bertanya, bagaimana penerapan zakat mengurangi pajak di SPT Tahunan? Hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2011 tentang Pelaksanaan Pembayaraan dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat, Pasal 2 yang berbunyi:

 

(1). Wajib Pajak yang melakukan pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib melampirkan fotokopi bukti pembayaran pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib.

 

(2). Bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

  1. Dapat berupa bukti pembayaran secara langsung atau melalui transfer rekening bank, atau pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
  2. Paling sedikit memuat:
    1. Nama lengkap wajib pajak dan nomor pokok wajib pajak pembayar pajak.
    2. Jumlah pembayaran.
    3. Tanggal pembayaran.
    4. Nama badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan pemerintah.
    5. Tanda tangan petugas badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan pemerintah di bukti pembayaran apabila pembayaran secara langsung.
    6. Validasi petugas bank pada bukti pembayaran apabila melalui transfer rekening bank.

 

Namun, zakat Anda tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto jika:

  1. Tidak dibayarkan oleh wajib pajak pada badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan pemerintah.
  2. Bukti pembayaran tidak memenuhi ketentuan seperti yang disebutkan di atas.

 

Jika sudah membayar zakat dan memiliki bukti sesuai ketentuan dalam peraturan, Anda dapat melampirkannya pada saat pelaporan SPT Tahunan pajak penghasilan dalam tahun pajak saat zakat ditunaikan. Zakat di SPT Tahunan akan menentukan penghasilan neto.

 

Kesimpulan

Sudah menjadi kewajiban bagi umat Muslim untuk menunaikan zakat, terutama di bulan suci Ramadan menjelang hari raya Idul Fitri. Jika sudah memenuhi syarat sah dan syarat rukun berzakat namun tidak mengerjakannya, akan mendapatkan ganjaran dosa. 

 

Pastikan Anda membayar zakat pada badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh Pemerintah. Sebab, bukti pembayaran zakat Anda dapat menjadi pengurang penghasilan bruto untuk penghitungan pajak saat mengisi SPT Tahunan nanti. Simpan bukti pembayaranya dan lampirkan saat melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan sehingga zakat mengurangi pajak Anda, baik untuk wajib pajak pribadi maupun badan.

 

Berikut ini lembaga zakat dan lembaga keagamaan yang diakui oleh pemerintah sebagai penerima zakat atau penerima sumbangan keagamaan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-11/PJ/2018 :

 

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai berikut:

  1. Badan Amil Zakat Nasional
  2. Badan Amil Zakat Nasional Provinsi
  3. Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten/ Kota

 

Lembaga Amil Zakat (LAZ) Skala Nasional sebagai berikut:

  1. LAZ Rumah Zakat Indonesia (LAZ RZ)
  2. LAZ Nurul Hayat (LAZ NH)
  3. LAZ Inisiatif Zakat Indonesia (LAZ IZI)
  4. LAZ Baitul Maal Hidayatullah (LAZ BMH)
  5. Yayasan Lembaga Manajemen Infaq Ukhuwah Islamiyah (LAZ LMI)
  6. Yayasan Yatim Mandiri (LAZ Yatim Mandiri) Surabaya
  7. Yayasan Dompet Dhuafa Republika (LAZ DD)
  8. Yayasan Pesantren Islam Al Azhar (LAZ Al Azhar)
  9. Yayasan Baitul Maal Muamalat (LAZ BMM)
  10. Yayasan Daarut Tauhid (LAZ Daarut Tauhid)
  11. Yayasan Dana Sosial Al Falah (LAZ YDSF)
  12. Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (LAZ DDII)
  13. Yayasan Global Zakat
  14. Perkumpulan Persatuan Islam (PERSIS)
  15. Yayasan Rumah Yatim Ar Rohman Indonesia
  16. Yayasan Kesejahteraan Madani (YAKESMA)

 

Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS) sebagai berikut:

  1. Lembaga Amil, Zakat, Infaq, dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZIS NU)
  2. Lembaga Amil, Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS) Muhammadiyah

 

Lembaga Amil Zakat Skala Provinsi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama sebagai berikut:

  1. Yayasan Gema Indonesia Sejahtera (LAZ GIS)
  2. Yayasan Nurul Fikri (LAZ NF) Palangkaraya

 

Lembaga Amil Zakat Skala Provinsi berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam sebagai berikut:

  1. Yayasan Solo Peduli Ummat (LAZ Solo Peduli Ummat)
  2. Yayasan Dompet Amal Sejahtera Ibnu Abbas (LAZ DASI) NTB
  3. Yayasan Baitul Maal Forum Komunikasi Aktifis Masjid (LAZ FKAM)
  4. Yayasan Dana Peduli Ummat (LAZ DPU) Kalimantan Timur
  5. Yayasan Dompet Sosial Madani (LAZ DSM) Bali
  6. Yayasan Sinergi Foundation (LAZ Sinergi Foundation)
  7. Yayasan Harapan Dhuafa (LAZ Harfa) Banten
  8. Yayasan Al Ihsan (LAZ Al Ihsan) Jawa Tengah

 

Lembaga Amil Zakat Skala Kabupaten/Kota sebagai berikut:

  1. LAZ Rumah Peduli Umat Bandung Barat
  2. LAZ Mata Air (LAZISMA)
  3. LAZ Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf
  4. LAZ Yayasan Ummul Quro’ Jombang
  5. LAZ Yayasan Dompet Amanah Umat Sedati Sidoarjo
  6. LAZ Nasional Baitul Mal Madinatul Iman
  7. LAZ Yayasan Zakatku Bakti Persada
  8. LAZ Indonesia Berbagi
  9. LAZ Yayasan Amal Sosial As-Shohwah Malang
  10. LAZ Yayasan Ulil Albab
  11. LAZ Yayasan Nahwa Nur
  12. LAZ Yayasan Insan Masyarakat Madani Kabupaten Bekasi

 

Lembaga Pengelola Dana Sosial Keagamaan Buddha Wajib Tingkat Nasional sebagai berikut:

  1. Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
  2. Yayasan Dana Paramita Buddha Maitreya Indonesia
  3. Yayasan Dana Paramita Agama Buddha Indonesia
  4. Yayasan Dana Paramita Majelis Tridharma Indonesia.

 

Lembaga Penerima Sumbangan Keagamaan Katolik sebagai berikut:

  1. adan Amal Kasih Katolik (BAKKAT)

 

Lembaga Penerima dan Mengelola Sumbangan Keagamaan Kristen sebagai berikut:

  1. Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI)
  2. Yayasan Sumbangan Sosial Keagamaan Kristen Indonesia (YASKI)

 

Lembaga Penerima Sumbangan Keagamaan Hindu sebagai berikut:

  1. Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara Dharma Parisad (BDDN YADP)