Kamis, 01 Maret 2018

No more motivator

NO MORE MOTIVATOR, PLEASE!

Minggu lalu, kami kedatangan motivator, lagi. Sudah tak terhitung lagi berapa kali manusia-manusia penuh motivasi itu menjejali kami dengan rumus-rumus yg sama, potongan-potongan film yg sama dan quote-quote yg berulang. Setelah sesi itu, seorang kawan berkata, sepertinya petuah-petuah mereka sudah tak lagi mempan buat kami yg telah stay di institusi tercinta ini di atas sepuluh tahun. Hanya memakan waktu produktif kami saja, tak lebih dari itu. Motivasi sebesar apa yg harus kami bangun untuk memenuhi target yg semakin tak masuk akal? Sementara target yg tak masuk akal itu mulai menjerumuskan beberapa dari kami untuk sikut sana sikut sini (mengambil WP kantor sana ngembat WP waskon sini). Motivasi yg mana lagi yg harus kami bangkitkan? Sementara beberapa cantolan motivasi kami sudah tergerus oleh sistem dan program mereka-mereka pemilik kuasa perubah sistem, dengan segala ambisinya. Lalu, apa yg kami bisa harapkan dr sistem yg selalu mengecewakan kami?

Delapan belas tahun selalu menjadi korban dari sistem yg memang harus memperbarui dirinya terus menerus. Tak ada lompatan karir seperti yg pernah dijanjikan, yg ada malah hambatan-hambatan dari sesuatu yg seharusnya patut diterima siapapun. Sebut saja, pengangkatan PNS yg tertunda, sebut saja sidang grade yg tertunda, sebut saja UPKP yang tak masuk akal passing gradenya, plus moratorium yg mengikutinya. Belum lagi penentuan take home pay yg semakin hari semakin bikin kepala botak dan perut buncit, saking banyaknya syarat dan ketentuan. Syarat dan ketentuan yg hampir sama banyaknya dengan syarat dan ketentuan iklan operator selular.

Mungkin anda pernah denger kebebasan finansial? Seorang teman mengartikannya dengan tak terpengaruhnya kinerja dia dengan naik turunnya tunjangan kinerja yg didapatnya. Kami ikut bersyukur atas pencapaian itu. Pencapaian yg saat ini belum bisa kami pijaki, karena naik turunnya tukin (plus hilangnya IPK) ternyata sangat berpengaruh terhadap keseimbangan perekonomian keluarga. Kami memilih untuk terbebas secara karir saja, kebebasan karir. Kinerja kami tak lagi terpengaruh dengan semangat berkarir. Biarlah karir diambil mereka-mereka yg membutuhkan dan mengambisikannya. Orang Malang bilang, emploken kono!

Tapi tenang saja, Pak dan Bu para atasan, kami garansi motivasi kami untuk bekerja masih tinggi. Cuman terus terang, bukan untuk sampean-sampean. Bukan pula untuk negara, seperti yg digembar-gemborkan para motivator itu. Bekerja untuk negara adalah alasan yg so yesterday buat kami. Yang ada, kami hanya ingin memastikan jatah anak istri kami tak berkurang.  Selain itu, mungkin hanya semangat memenuhi amanah dari rakyat pembayar gaji kami, yg menjadi benteng motivasi terakhir kami.

Bapak dan Ibu bos yg budiman, please jangan ada lagi motivator buat kami, meskipun itu sekelas Mario Teguh, Mario Lawalata atau bahkan Mario Bros sekalipun. Kami ndak punya lagi motivasi ndakik-ndakik ala pegawai yg baru satu dua tahun bekerja, yg bisa dibangkitkan ulang. Hanya titip minta tolong saja, jika sampean tak mampu melindungi hak kami, setidaknya jangan merusak motivasi kami, atau usaha kami, dengan ambisi-ambisi pribadi Anda.

Sekian dan terima tukin (dan IPK).

Devie

#motivasi yang ganteng