Kamis, 20 April 2017

Sebuah Cerita Inspirasi

*"Cerita Fiksi"

Ada sebuah keluarga PNS sederhana. Bapaknya kerja di pemda urusan perijinan, istrinya ibu rumah tangga biasa. Seumur2, 40 tahun bekerja sebagai PNS, tidak sekalipun minta uang, menyulitkan orang lain. Justeru sebaliknya bekerja tepat waktu, selalu berusaha memenuhi janji, memudahkan orang lain, takut sekali telah mengambil hak orang lain.

Saat tua, masa-masa muda yg penuh kesempatan berlalu begitu saja, 40 tahun bekerja, apa yg dia dapat? Hasilnya ya begitu2 saja. Rumah sederhana, motor tua sering ngadat, tabungan tak ada, hanya uang pensiun.

Tetapi hidup ini tidak pernah tertukar, Kawan. Satu mili pun tidak. Anak mereka, 6 orang, semua berhasil. Lulusan luar negeri, memiliki profesi baik, punya keluarga baik, cucu2 yg pintar, cantik, tampan, ilmu agama mumpuni, saleh, hidup berkecukupan, 6 orang anaknya sukses. Semua kejujuran, kemudahan dan pertolongan yg diberikan bapak PNS ini mantul, membal, kembali kepada anak2nya. Si sulung ingin daftar S1, banyak sekali yg bantu, anak nomor 2 ingin memulai bisnis, tidak terhitung kemudahan terbuka. Bahkan urusan sepele, saat anak2 mereka masih kecil, dan jatuh sakit, meski hidup sederhana, semua pintu pertolongan seperti terbuka begitu saja. Menakjubkan. Dan itu baru di dunia, kita tidak tahu, akan seberapa besar membal, mantul, kembalinya semua kebaikan bapak PNS ini kelak di akherat kepadanya.

Keluarga sederhana ini, di dunia bahagia, kelak di akherat juga bahagia.

Nah, begitu pula sebaliknya dgn semua keburukan. Bagi orang2 yang korup. Hidup ini tidak pernah tertukar. Jadi mari direnungkan, dicamkan, diyakini. Tidak perlu dikomen panjang lebar. Silahkan share kemana2, kemana2, jika merasa ada manfaatnya.

*repos catatan lama

TereLiye

Kamis, 06 April 2017

VR46 Lelah jaga SPT OP_ SPT Badan _ setelah sebelumnya TA


NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO (PER-17/PJ/2015)

Seorang teman yang selesai piket jaga penerimaan SPT tahunan bertanya kepada saya, “Berapa norma dokter sekarang mas?” Segera ingatan saya mencoba menerawang tabel norma penghasilan yang berlembar-lembar tapi gagal. Ya sudahlah mungkin faktor usia. Tapi karena jawabannya juga penting bagi saya, akhirnya saya coba cari di internet dan nemu tabel norma yang dimaksud. norma terkini yaitu Per-17/PJ/2015. 

Biar pembaca khususnya para pekerja bebas dapat melapor SPT Tahunan PPh OP dengan benar, maka perlu melihat lagi tabel norma untuk menghitung berapa penghasilan neto yang dapat dihitung untuk mencari pajak tahunan kurang bayar yang benar.

Untuk Siapa Norma Penghasilan

Norma penghasilan adalah persentase tertentu yang digunakan untuk menghitung berapa penghasilan neto pribadi perorangan dalam setahun. Jadi  WP badan nggak boleh pakai norma ya, harus pakai pembukuan dimana nanti laba komersil akan dikoreksi dan menghasilkan penghasilan neto. Dulunya sebelum muncul aturan pajak final 1%, setiap WP OP akan mengalikan penghasilan bruto setahun dengan norma, tetapi setelah muncul pajak final 1% kini hanya pekerjaan jenis tertentu saja (pekerja bebas) yang dapat dikalikan dengan norma sisanya lebih banyak pakai PP 46.

Berapa Batasan Penghasilan Yang Dikalikan Norma?

Penghasilan WP OP yang dalam setahun < 4.8M dapat menggunakan norma, kecuali atas usaha atau pekerjaan bebeas tersebut dikenai pajak final sesuai ketentuan.
Contoh: Seorang dokter mempunyai sumber penghasilan dari praktek klinik di Timika dan toko sembako dengan besaran setahun masing-masing 120 juta dan 600 juta. Atas penghasilan klinik dikalikan dengan norma dulu maka ketemu penghasilan neto (50%) dan atas omset toko dikenakan pajak final 1% karena dalam setahun

Apa Itu Wilayah Pembagian Norma?
Norma mempunyai 3 kelompok wilayah,yaitu:
  1. 10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
  2. Ibukota propinsi lainnya;
  3. Daerah lainnya.

Contoh Hitungan

Hitungan saya ambil dari lampiran IV Per-17/PJ/2017
Selain menjalankan usaha kantor akuntan publik di Jakarta, Nona Aurelia memiliki usaha persewaan ruang kantor di kota yang sama. 
- Sepanjang tahun 2016, Nona Aurelia memiliki peredaran usaha dari jasa kantor akuntan publik sebesar Rp1 miliar. 
- Sedangkan dari usaha persewaan ruang kantor memperoleh sebesar Rp3 miliar. 
- Nona Aurelia telah menyampaikan pemberitahuan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak 3 bulan sejak awal Tahun Pajak 2016. 
Karena penghasilan yang diperoleh Nona Aurelia pada tahun 2016 dari usaha jasa kantor akuntan publik dan usaha persewaan ruang kantor tidak melebihi Rp4,8 miliar, maka Nona Aurelia boleh menghitung penghasilan neto atas penghasilan yang diperoleh dari jasa kantor akuntan publik dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Sedangkan atas penghasilan yang diperoleh Nona Aurelia dari usaha persewaan ruang kantor dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan PP No. 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP No. 5 Tahun 2002 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.

Penghitungan Pajak Penghasilan Nona Aurelia yang terutang pada Tahun Pajak 2016 adalah sebagai berikut:
  • Persentase penghasilan neto jasa kantor akuntan publik di kota Jakarta adalah sesuai dengan norma KLU 69200 untuk 10 ibukota provinsi yaitu
    sebesar 50%.
  • Penghasilan Neto dari jasa kantor akuntan publik: 50% x Rp1.000.000.000,- = Rp500.000.000,-
  • PTKP setahun untuk diri Wajib Pajak sendiri = Rp 54.000.000
  • Penghasilan Kena Pajak = Rp446.000.000,-
  • Pajak Penghasilan terutang:
    • 5% x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000
    • 15% x Rp200.000.000,- = Rp30.000.000
    • 25% x Rp196.000.000 = Rp49.000.000
    • Jumlah = Rp81.500.000,-

NORMA PERHITUNGAN PENGHASILAN

Dalam beberapa diskusi dengan teman2 saya kerap mencontohkan perhitungan norma dagang dengan tarif 20%, sebagian bertanya kenapa tidak menggunakan 30% dan darimana tarif 20% tersebut berasal. Penggunaan persentase tarif tertentu sudah diatur pada Keputusan Dirjen Pajak Nomor (PER-17/PJ/2015) NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO. siapakah itu Norma dan siapa saja yang bisa menggunakannya?
Apa pengertian Norma?

Pada KBBI daring salah satu makna norma yg dimaksud dalam perpajakan adalah aturan, ukuran, atau kaidah yg dipakai sbg tolok ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu.  Tapi saya belum menemukan definisi norma versi pajak atau mungkin saya yang kelupaan apa.

Siapa yang berhak menggunakan norma?
WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan (Pasal 14 ayat (2) UU PPh)
  • Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila WP menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Apakah pengguna norma harus melakukan pembukuan?
Wajib Pajak yang menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto wajib menyelenggarakan pencatatan contohnya seperti dibawah ini:

Apa saja yang harus dibuat dalam pencatatan?
  • Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh;
  • Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
  • Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan. (Pasal 2 ayat (2) PMK-24/PMK.11/2012)
  • Wajib Pajak Orang pribadi juga harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban. (Pasal 2 ayat (3) PMK-24/PMK.11/2012)
Apakah setiap persentase tarif norma selalu sama di semua daerah?
Tidak sama, Norma penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut : (PER-17/PJ/2015)
  1. 10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
  2. Ibukota propinsi lainnya;  diluar yg dari poin 1 tentunya
  3. Daerah lainnya, ya kabupaten kecil 

Selasa, 04 April 2017

NPWP ISTRI + SUAMI

Sebagaimana diketahui, bahwa istri yang tidak mempunyai perjanjian pisah harta (PH), bebas memilih apakah mau punya NPWP sendiri atau tidak. Namun kalau memiliki perjanjian pisah harta, maka wanita kawin harus daftar NPWP sendiri. (Baca: NPWP Istri : Apakah ikut suami ataukah harus punya sendiri?)

Pada prinsipnya sistem administrasi perpajakan di Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, bahwa penghasilan dan kerugian istrinya juga nanti digabungkan dengan penghasilan suaminya, sehingga dalam satu keluarga hanya terdapat satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yaitu NPWP suami, dalam arti istri ikut NPWP suami (nebeng NPWP suami). Namun demikian, istri dapat memiliki NPWP sendiri bila hidup berpisah (HB) atau melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH). Istri juga dapat ber­NPWP sendiri bila memang berkehendak demikian (MT).

Berdasarkan pasal 8 ayat (3) UU PPh, diatur bahwa apabila isteri yang tidak pisah harta memilih punya NPWP sendiri (memilih untuk melaksanakan hak dan kewajibannya secara terpisah (MT)), maka penghitungan pajaknya dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suami­isteri dan masingmasing memikul beban pajak sebanding dengan besarnya penghasilan neto..

“Dengan kata lain, penghasilan neto suami isteri digabung dan PPh orang pribadi yang harus ditanggung oleh suami dan istri bergantung pada proporsi penghasilannya masing­masing.”
Nah, apabila baik istri maupun suami sama­sama hanya kerja di satu pemberi kerja, dan istri memilih tidak mau nebeng NPWP suami alias punya NPWP sendiri, menguntungkan atau malah merugikan?
Mari kita lihat contoh kasus kondisi tersebut diatas.

Sepasang suami istri yang baru menikah dan belum memiliki keturunan, keduanya masing­masing memiliki NPWP. Suami bekerja di PT. ABC dengan penghasilan netto setahun Rp. 75.000.000,­ sedangkan istrinya bekerja di PT.XYZ dengan penghasilan netto setahun Rp. 60.000.000,­. Atas penghasilan mereka sudah di potong oleh perusahaan mereka masing­masing dengan perhitungan sebagai berikut:


Munculnya Kurang Bayar di perhitungan SPT Tahunan ini adalah konsekuensi karena istri memilih punya NPWP sendiri.

Gara­gara istri memilih punya NPWP sendiri padahal tidak ada perjanjian pisah harta, maka tambahan pajak yang harus dibayar total Rp. 3.437.500,­. Belum lagi nantinya tiap bulan harus sisihkan sebagian penghasilan untuk bayar angsuran PPh Pasal 25 total sebesar Rp. 286.458,­.

Lalu bagaimana kalau istri memilih nebeng NPWP suami?
Pilihan ini jelas lebih menguntungkan karena kewajiban bayar pajak di akhir tahun tidak akan ada jika suami istri sama­sama hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja (NPWP nebeng suami).

Jadi, penghasilan istri cukup dilaporkan di bagian lampiran SPT 1770 S, tanpa harus menggabungkan penghasilan neto suaminya. Dengan kata lain, SPT Tahunan PPh suami akan NIHIL, dan juga tidak perlu bayar angsuran PPh Pasal 25 tiap bulan.

Dilihat dari contoh diatas, apa untungnya istri punya NPWP sendiri? Sama sekali tidak ada. Namun kalau Anda sebagai istri tetap memilih tidak mau nebeng NPWP suami padahal tidak ada perjanjian pisah harta karena ada pertimbangan atau kepentingan tertentu (mengajukan kredit ke bank, misalnya), tentunya Anda sudah harus siap dengan segala konsekuensi yang akan timbul.

Lalu bagaimana kalau sebelum menikah, wanita sudah punya NPWP sendiri dan setelah menikah dia memilih nebeng NPWP suami? Ajukan saja permohonan penghapusan NPWP tersebut ke KPP tempatnya terdaftar sepanjang suami sudah punya NPWP.

Pikir­pikir dahulu sebelum putuskan mau punya NPWP sendiri atau nebeng suami, apalagi alasan pengen punya NPWP hanya karena sekedar memenuhi persyaratan....


Semoga artikel untung rugi istri memilih punya NPWP sendiri ini bermanfaat...

VR 2017


Musim baru siap Tarung.....