Sewaktu sekolah dulu, saya pernah punya seorang kawan yang begitu kritis terhadap rohis dan program program keislaman. Jangankan pada mbak dan abang alumni yang jadi pembina, sama guru agamanya aja dia berani mempertanyakan banyak hal yang gak pernah ditanyakan murid murid lainnya.
Siapa yang sangka,
Beberapa tahun kemudian, ia muncul jadi aktivis terdepan. Paling bersemangat mendatangi kajian. Otak cerdasnya menaruh kontribusi besar pada semaraknya acara keislaman di sekolah? -acara yang dulu ia begitu alergi terhadapnya-.
Ada pula kebalikannya.
Dulu yang terdepan soal menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Yang rutin mengajak datang pengajian. Yang setiap malam rajin berbagi nasihat lewat sms singkat menyejukkan.
Siapa yang sangka, hari ini ia ada di posisi berkebalikan. Sibuk menyerang sana sini dan mudah terpancing dengan isu sepele yang gak perlu diperdebatkan. Kemudian bersuara kritis pada banyak hal mendasar yang sudah Allah tetapkan sebagai fitrah dalam kehidupan.
Belum final.
Kita semua belum final.
Kondisi (iman) kita hari ini pun belum final.
Ada yang dulu memusuhi, berbalik jadi teman seperjuangan sejati.
Ada yang dulu berjalan bersama disini, tapi kemudian sekarang hobinya mencaci tanpa solusi.
Ada yang dari dulu hanif, dan sampai saat ini mampu mempertahankan kelurusan fitrahnya di agama ini.
Ada yang dari dulu sampai sekarang, memilih untuk berada di posisi membenci dan mengkritik tanpa henti.
Kita belum final.
Kita semua belum final.
Adalah Umar bin Khattab yang dulu pernah berlari demi bisa membunuh Rasulullah, lalu kemudian berbalik menghabiskan sisa umurnya menemani Rasul, berlari menuju ridha-nya Allah.
Tapi ada pula sekumpulan yang sudah dianggap kawan, lalu justru berlari pergi meninggalkan Rasul ketika perang uhud ada di hadapan.
Tentu, kita pun tak pernah kehabisan kisah menakjubkan seperti Abu Bakar yang sedari awal risalah turun sudah memutuskan untuk jadi yang paling terdepan dalam membenarkan.
Kita belum final.
Kita semua belum final.
Ada perintah untuk saling menasihati dalam kebenaran. Dengan cara cara yang baik. Karena seringkali nasihat tertolak bukan karena kebaikan isinya, tetapi karena buruknya cara penyampaiannya.
Ada perintah untuk saling menasihati dalam kesabaran. Karena mempertahankan apa yang diyakini, butuh ditemani kesabaran yang panjang dan indah. Karena berkenalan dengan banyak paham dan bacaan, untuk kemudian membuat kita semakin yakin dengan apa yang kita pegang -alih alih sebaliknya-, tidak pernah mudah.
Belum final.
Kita semua belum final.
Menulis adalah mengingatkan diri sendiri, agar bisa dibaca berulang lagi di kemudian hari..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar